Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Minggu, 25 Desember 2011

Empat Mujarab Penakluk si Manis

Sendok dan garpu baru saja lepas dari genggaman tangan Aris Anwari. Direktur Kepatuhan Bank DKI itu usai menyantap makan siang. Ironisnya, ia malah lelah dan mengantuk. Keesokan harinya, saat bangun tidur, ia bergegas mengambil glukometer. Jarum runcing di ujung penlate (alat tusuk berbentuk pulpen, red) itu ditusukkan di jari tangan kanan. Beberapa saat darah segar mengucur.

Kedua matanya terbelalak melihat angka yang tertera di alat itu. Kadar gula darahnya 480 mg/dl. Itulah kadar gula tertinggi sejak ia mengidap diabetes mellitus. Ia hafal betul: mengantuk usai makan, kadar gula darah meningkat. Maklum, penyakit itu bersemayam di tubuhnya sejak 1985. Sejak itu pula ia terus-menerus mengkonsumsi obat antidiabetes. Frekuensinya 2 kali sehari, setelah makan siang dan sebelum tidur masing-masing 1 tablet.

Demi mengontrol gula darahnya, ia rutin memeriksakan diri ke dokter setiap bulan. Namun, jika gula darah melonjak, ia mondar-mandir ke dokter setiap pekan. Selain memberi obat antidiabetes, dokter pun selalu menyarankan untuk mentaati diet dan berolahraga teratur.

Selain mengkonsumsi obat dokter, Aris rajin melakukan treadmill selama 40 menit setiap hari. Namun, upayanya hanya sanggup menurunkan kadar gula darah hingga 300 mg/dl. Setahun silam, koleganya menawarkan virgin coconut oil (VCO) yang konon berkhasiat menurunkan kadar gula darah. Karena aman dikonsumsi dengan obat dokter, ia pun membeli VCO kapsul. Setiap hari, Aris mengkonsumsi 2 kali yaitu saat pagi dan selepas makan malam masing-masing 2 kapsul.

Setahun sudah Aris mengkonsumsi VCO, selama itu pula ia merasakan manfaat minyak kelapa murni itu. “Kadar gula darah menurun menjadi 140-200 mg/dl,” kata pensiunan Bank Indonesia itu. Memang hasil itu masih di atas kadar normal, 70-110 mg/dl. “Saya suka makanan manis dan berlemak, jadi dietnya terkadang sering dilanggar,” tutur pria kelahiran Kudus itu. Namun, “Badan saya lebih fit dan jarang mengantuk lagi,” ujarnya.

Glukosa terbuang

Menurut Prof Dr dr Susilo Wibowo SpAnd, spesialis andrologi dari Universitas Diponegoro, diabetes disebabkan kegagalan kelenjar pankreas memproduksi hormon insulin. Hormon itu berperan mengatur kadar gula darah. Jika kadar gula darah melebihi normal, menyebabkan ginjal ikut mengeluarkan gula bersamaan dengan urine.

Gula bersifat menarik cairan sehingga volume air kemih berlebihan. Akibatnya, penderita kerap berurine. Karena kehilangan banyak cairan, penderita pun gampang haus. Di lain pihak, glukosa yang terbuang percuma bersama urine menyebabkan tubuh kehilangan energi. Penderita menjadi gampang lelah dan mudah lapar.

Untuk pengobatan diabetes, para dokter menganjurkan 3 cara: pengaturan diet, penggunaan obat antidiabetes, dan olahraga. Menurut dr M Masjhoer MS Med SpFK, ahli farmakologi klinis di Universitas Diponegoro, obat antidiabetes yang biasa digunakan: golongan sulfonilurea, yang berperan merangsang produksi insulin; biguanida, menurunkan kadar glukosa pada hati; acarbose, menghambat penyerapan gula oleh saluran cerna; dan thiazolidinediones (TDZ), meningkatkan sensitivitas insulin dan mengurangi output glukosa di hati.

Bagaiman cara kerja VCO menuntaskan diabetes?
Ahli andrologi RS Karyadi, Semarang itu menyebutkan asam laurat dan kaprilat pada minyak kelapa murni merangsang sekresi insulin di sel-sel langerhans pankreas.

Cegah komplikasi

Keampuhan VCO tak hanya sanggup mengontrol gula darah. Minyak perawan itu juga mampu mencegah timbulnya penyakit komplikasi diabetes. Tubuh yang mendapat asupan lemak jenuh rantai sedang-seperti VCO-mampu mencegah kerusakan hati akibat pemakaian alkohol dan stres oksidatif. Efek itu disebabkan kandungan asam linoleat VCO yang mencapai 1,3%.

Asam linoleat bekerja dengan cara menurunkan peroksidasi lemak sehingga tidak terjadi reactive oxygen species (ROS)-seperti superoksida-yang terlalu tinggi. Produksi superoksida berlebih akan bereaksi dengan nitrit oksida (NO) membentuk formasi baru yaitu peroksinitritoksidan yang berifat toksik. Jika hal itu terjadi, maka muncul penyakit jantung, stroke, dan rusaknya kekebalan tubuh pada penderita diabetes.

Selain Aris Anwari, yang juga memilih pengobatan tradisional untuk mengatasi diabetes adalah dr Pieter A W Pattinama, MPH. Namun, ia menggunakan jeli teripang. Derita luka menganga di kaki akibat diabetes yang diidap sejak 1972, perlahan menutup. Kadar gula darah pun menurun drastis. Semula 500 mg/dl, menurun hingga 160 mg/dl dalam 2 bulan.

Menurut Dr Ir M Ahkam Subroto, M App Sc, periset Bioteknologi LIPI, kandungan protein tinggi pada teripang yang mencapai 82%, baik diberikan kepada penderita diabetes. Protein tinggi berperan meregenerasi sel beta pankreas yang memproduksi insulin. Hasilnya, produksi insulin meningkat.

Menurut dr Oetjoeng Handajanto, di Bandung, selain diberikan untuk konsumsi oral, jeli teripang juga digunakan untuk mengobati luka gangren pada penderita diabetes. Berkat kandungan kolagen yang tinggi, jaringan sel mati pada luka teregenerasi sehingga mempercepat penyembuhan.

Buah merah

Herbal lain yang juga berpotensi mengobati diabetes adalah buah merah. Hasil riset yang dilakukan Dr Ir M Ahkam Subroto M App Sc, menunjukkan, buah merah berpotensi mengontrol gula darah. “Ada 2 strategi pengobatan diabetes, yaitu dipacu produksi insulinnya dan dihambat kerja enzim alfaglikosidase-nya,” papar Ahkam.

Cara kerja buah merah tidak merangsang produksi insulin, tetapi menghambat enzim alfa-glikosidase. Enzim itu berperan mendegradasi karbohidrat yang masuk ke dalam tubuh menjadi glukosa. Bila enzim itu dihambat, proses konversi karbohidrat menjadi glukosa bisa ditekan.

Buah merah juga baik untuk meningkatkan efektivitas kerja insulin mengatur kadar gula darah. Ahkam menduga, cara kerja buah merah itu disebabkan asam-asam lemak yang terkandung dalam anggota famili Arecaceae itu. Konsumen harus memperhatikan dosis konsumsi. Untuk penderita diabetes, Ahkam menganjurkan untuk mengkonsumsi 2 kali saat pagi dan sore masing-masing 1 sendok makan.

Jika harus memilih antara buah merah dan VCO, Ahkam menyarankan penderita diabetes sebaiknya memilih VCO. Meski hanya bekerja dengan satu cara, yaitu merangsang produksi insulin, peran VCO lebih efektif. Sedangkan peran buah merah sebagai penghambat enzim alfa-glukosidase, kurang efektif karena enzim itu hanya bekerja jika konsumsi karbohidrat berlebih.

Tumbuhan obat asal Papua lainnya yang akhir-akhir ini populer adalah sarang semut. “Sarang semut belum terbukti empiris untuk diabetes,” kata Ahkam. Sarang semut tidak bisa mengontrol gula darah, tetapi bisa sebagai pelengkap pengobatan diabetes. Kandungan antioksidan pada sarang semut berperan meningkatkan kekebalan tubuh dan melancarkan pembuluh darah yang tersumbat tumpukan gula.

Dokter Masjhoer berpendapat, penderita diabetes sebaiknya menghindari mengkonsumsi sarang semut. Pasalnya, kadar karbohidrat sarang semut cukup tinggi yaitu 78,94 g. Namun, Ahkam menandaskan, karbohidrat sarang semut adalah karbohidrat kompleks sehingga tak sempat diolah tubuh menjadi glukosa. Jadi, tetap aman dikonsumsi oleh penderita diabetes.
Uji klinis

Meski VCO, buah merah, dan teripang yang secara empiris berkhasiat meredakan gula darah penderita diabetes, tak sertamerta bisa dianggap sebagai obat. “Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut menurut kaidah farmakologi,” kata dr Masjhoer. Khasiat suatu herbal tak bisa disimpulkan hanya dari kandungan gizi atau senyawa aktifnya. Apalagi kandungan senyawa atau gizi itu masih bersifat global.

Pada sarang semut misalnya, diketahui mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral yang umum terdapat pada tanaman obat lain. Kandungan flavonoid dan tanin pun belum diketahui secara spesifi k. Sebab, flavonoid dan tanin banyak jenisnya. Jadi, “Saya tidak bisa menjelaskan, senyawa mana yang berperan meredakan kadar gula darah dan bagaimana cara kerjanya,” kata Masjhoer.

Begitu pun betakaroten dan tokoferol yang terdapat pada buah merah. Menurut Dr Erni H P MSc, farmakolog di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, “Itu sejenis vitamin. Keduanya tak menyembuhkan,” katanya. Masjhoer berpendapat, untuk mengetahui cara kerja suatu herbal, perlu diuji klinis pada manusia. Caranya, membandingkan efek antara pasien yang mengkonsumsi herbal dan pasien yang mengkonsumsi obat antidiabetes sintesis kimia yang sudah mapan di pasaran. Jika hasil perbandingan itu sejalan, maka cara kerja herbal bisa diasosiasikan dengan cara kerja golongan obat sintesis kimia yang diperbandingkan.
Keamanan

Hal senada disampaikan dr H Arijanto Jonosewojo SpPD, ahli penyakit dalam RS Dr Soetomo, Surabaya. Meski penelitian VCO teruji klinis di luar negeri, tetap harus diujikan pada orang Indonesia. “Jenis penyakit dan pengobatan terkadang dipengaruhi faktor genetik,” ujar kepala Poliklinik Obat Tradisional RS Dr Soetomo itu. Herbal yang biasa dipakai orang Eropa, belum tentu cocok untuk orang Indonesia. “Jadi harus berhati-hati,” katanya.

Namun, usaha itu tampaknya dilakukan oleh beberapa dokter. Dokter Philemon Konoralma SpPD, misalnya. Dokter yang berpraktek di RS Mardi Rahayu, Kudus, Jawa Tengah, itu, tergerak untuk menguji khasiat VCO bagi kesehatan. Sebelum menguji pada para pasien, ia mencoba menguji khasiat VCO untuk dirinya sendiri dan ayah mertua yang menderita diabetes sejak lama.

Pada 24 September 2005, ayah mertua-Yosep Dara-mengkonsumsi VCO 3 kali sehari masing-masing 1 sendok makan. Sejak mengkonsumsi VCO, konsumsi glibenklamid dihentikan. Hasil pemeriksaan gula darah Yosep Dara menunjukkan: pada 24 September 2005 (137 mg/dl), 25 September 2005 (178 mg/dl), 28 September 2005 (199 mg/dl), 2 Oktober 2005 (159 mg/dl). Gula darah terkontrol pada angka 97 mg/dl, 200 mg/dl, 134 mg/dl, 105 mg/dl, 119 mg/dl, dan 135 mg/dl. Gula darah terkontrol juga dialami Philemon. Ia berkesimpulan, VCO dapat mengontrol gula darah.

Melihat kondisi dirinya dan sang ayah mertua, dr Philemon mulai meresepkan VCO kepada para pasien. Salah satunya Komariah yang menderita diabetes sejak 10 tahun silam. Saat diperiksa darah pada 10 November 2005, gula darah mencapai 185 mg/dl.

Seminggu mengkonsumsi VCO, ia kembali memeriksa kadar gula darah. Pada 17 November 2005, kadar gula darah turun menjadi 98 mg/dl, 22 November 2005 (112 mg/dl), dan 3 Februari 2006 (117 mg/dl). Bahkan, sakit ulu hati dan konstipasi yang kerap menyertai juga hilang.

Kalangan medis berharap, uji klinis juga dilakukan pada herbal-herbal lainnya. Menurut dr Arijanto, mengkonsumsi herbal yang terpenting tak hanya khasiat, tetapi juga keamanan. Oleh sebab itu, sebelum uji klinis, perlu dilakukan uji praklinis seperti uji toksisitas untuk mengetahui dosis aman, dosis efektif, dan efek terhadap organ tubuh lainnya.

Sayang, rangkaian uji klinis butuh waktu panjang. Meski begitu, dr Arijanto berpendapat, tidak keberatan jika masyarakat menggunakan herbal meski baru lolos uji praklinis. “Minimal diketahui faktor keamanan dan efek sampingnya,” katanya. Dr Willi Japaries MARS, pengobat herbal di Jakarta, menyarankan untuk menghentikan pengobatan jika terjadi perubahan pada fisik. (Imam Wiguna/Peliput: Destika Cahyana, Evy Syariefa, Rosy Nur Aprianti, & Vina Fitriani)

Sumber: Trubus-online.com | 14 Agustus 2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar